Jakarta, GadgetHub Indonesia — Amnesty International Indonesia menilai pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB beberapa waktu lalu tidak sejalan dengan kebijakan Indonesia. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik pidato tersebut yang menyebut kesetaraan, keadilan, dan perdamaian, serta menawarkan 20.000 pasukan untuk misi penjaga perdamaian.

Menurut Usman, retorika tersebut bertentangan dengan kebijakan luar negeri dan dalam negeri yang diangkat. Ia menyoroti bahwa Prabowo tidak menyebutkan secara tegas genosida yang terjadi di Palestina, meskipun PBB dan lembaga HAM internasional telah mengonfirmasi adanya tindakan tersebut oleh Israel.
Usman juga menegaskan bahwa penggunaan kata ‘catastrophe’ untuk menggambarkan situasi di Gaza dapat mengaburkan tanggung jawab Israel. Ia menyatakan bahwa Indonesia harus mendesak Israel untuk menghentikan pendudukan dan mengakhiri perdagangan dengan perusahaan yang berkontribusi terhadap genosida.
Lebih lanjut, Usman mengingatkan bahwa pidato di PBB harus diikuti dengan tindakan nyata, bukan sekadar kata-kata indah. Ia juga menekankan pentingnya Indonesia untuk meratifikasi Statuta Roma 1998 mengenai Mahkamah Pidana Internasional, yang telah masuk dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) sejak 1998.
Usman menambahkan bahwa selain krisis Palestina, Indonesia perlu mengambil langkah konkret untuk mengatasi pelanggaran HAM terhadap masyarakat Rohingya. Ia juga mengingatkan bahwa pengakuan terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia pascakemerdekaan sangat penting untuk menghadirkan keadilan bagi keluarga korban.
Dalam pidatonya, Prabowo juga mengangkat isu kolonialisme tetapi mengabaikan masalah yang terjadi di Tanah Papua, yang saat ini masih dilanda pelanggaran HAM dan diskriminasi rasial. Usman menggarisbawahi bahwa pemerintah perlu menghormati hak-hak masyarakat adat dan tidak hanya fokus pada proyek pembangunan yang merugikan mereka.
Dengan demikian, Amnesty International menekankan bahwa kredibilitas Indonesia di mata dunia tidak hanya ditentukan oleh pidato di forum internasional, tetapi juga oleh tindakan nyata yang mencerminkan komitmen terhadap hak asasi manusia.